Bangun Kesetaraan Gender dalam Keluarga Melalui Pola Asuh Yang Tidak Membeda-bedakan

50
Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi (kiri) dan Komisi D DPRD DIY, Stevanus Christian Handoko (kanan)

StevanusChristianHandoko.Com – Kesetaraan gender di dalam keluarga merupakan hal yang penting. Pola asuh orangtua yang kerap membedakan anak laki-laki dan perempuan berdampak pada pola pikir hingga karakter anak. 

Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi mengatakan gender berbeda dengan jenis kelamin. Jika jenis kelamin merupakan bawaan biologis, yaitu laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender merupakan konstruksi sosial yang melekat pada jenis kelamin tertentu. 

“Gender itu misalnya laki-laki harus menjadi pemimpin keluarga. Sementara kalau perempuan itu jadi ibu rumah tangga, peran domestik. Nah itu konstruksi sosial. Berbeda dengan jenis kelamin, terkait dengan fungsi biologis. Kalau perempuan itu mengandung, melahirkan, menyusui. Nah itu kan tidak bisa digantikan perannya,” katanya dalam Family Talk, Selasa (29/08/2023).

Sayangnya selama ini konstruksi sosial membedakan antara laki-laki dan perempuan, yang berakibat pada ketidakadilan gender. Padahal perempuan dan laki-laki memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. 

Pola asuh, lanjut dia, sangat menentukan perkembangan perilaku, karakter, bahkan cara berpikir yang berbeda. Untuk itu, orangtua harus memahami kesetaraan gender agar mewujudkan pola asuh yang benar dan tidak membedakan. 

“Misalnya soal warna, perempuan selalu pink, laki-laki itu biru. Padahal kan tidak seperti itu, biarkan anak mengenal banyak warna. Ketika dia sering melihat warna tertentu, anak akan merasa itu adalah warna kesukaannya. Padahal kan belum tentu. Mainan juga sama, tidak usah dibatasi, anak perempuan harus main boneka, tidak boleh main sepak bola. Malah hal seperti itu bisa menghambat perkembangan anak,”lanjutnya.

“Padahal anak laki-laki kan juga perlu belajar kelembutan. Barangkali besok menjadi chef, itu kan juga perlu kelembutan, selain hal teknis lainnya. Kemudian anak perempuan juga bisa jadi suatu saat memerlukan kekuatan fisik. Sehingga biarkan saja anak mengenal banyak hal, dan kemudian memutuskan apa yang disukai saat sudah remaja nanti,”terangnya. 

Ketidakadilan gender dalam keluarga dikhawatirkan dapat menghambat pertumbuhan anak. Bahkan jika berlanjut, anak tidak bisa bersaing, baik di dunia pendidikan maupun di pasar tenaga kerja. 

Pola asuh yang sangat membedakan antara laki-laki dan perempuan juga akan menimbulkan ketidaknyamanan bahkan menjadi dendam. Ketika dewasa, dendam tersebut bisa jadi mempengaruhi pola pikir saat menjalin relasi dengan lawan jenis. Bahkan ada kecenderungan anak merasa tidak berdaya. 

Untuk itu, mewujudkan kesetaraan gender di keluarga sangat penting. 

Sementara itu, Komisi D DPRD DIY, Stevanus Christian Handoko sepakat kesetaraan gender harus terwujud dalam keluarga. Dibutuhkan kedewasaan dan keinginan untuk menurunkan ego masing-masing. 

“Kalau misal laki-laki sebagai yang mencari nafkah satu-satunya, tetapi gaji masih UMR. Keluarga itu kan tidak mungkin sejahtera. Tetapi kalau yang laki-laki mau menurunkan egonya, perempuan juga sama, dan mau membantu. Tentu kesejahteraan keluarga itu bisa terwujud,”ujarnya. 

Menurut dia, tantangan ke depan semakin berat. Sehingga jika menggunakan pola asuh yang membedakan gender, justru akan merugikan anak saat dewasa. Globalisasi yang terjadi harus diimbangi dengan kualitas SDM. Sebab jika terjadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan, maka pihak yang mendapat akses lebih kecil akan sulit bersaing. 

“Dulu mungkin laki-laki sebagai kepala keluarga karena pasar kerja juga terbatas. Tetapi di era saat ini sudah berubah. Semua punya kesempatan yang sama. Jadi kalau kemudian perempuan tidak boleh sekolah tinggi misalnya, perempuan nanti akan rugi dan tidak bisa bersaing,”jelasnya. 

Untuk mewujudkan kesetaraan gender, pemerintah harus hadir untuk memberikan pemahaman pada masyarakat. Ketika masing-masing keluarga sudah memahami dengan baik terkait kesetaraan gender, maka pola asuh dalam keluarga juga berbeda. 

“Jadi laki-laki belanja ke pasar, atau laki-laki mencuci, memasak itu sudah biasa. Karena masing-masing punya peran yang saling mendukung satu sama lain. Sehingga nanti dalam keluarga itu lebih harmonis dan sejahtera,” imbuhnya.



Artikel ini telah tayang di 
https://jogja.tribunnews.com/2023/08/29/bangun-kesetaraan-gender-dalam-keluarga-melalui-pola-asuh-yang-tidak-membeda-bedakan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here